ES SEPATU
Cerita: Dyah Kurniawati
Senin pagi seisi rumah digegerkan oleh Jon Koplo gegara sepatunya hilang. Padahal hanya
itu sepatu hitam yang masih muat. Mau pakai warna lain takut kena ukuman karena nanti ada
upacara. Seingatnya ketika pulang sekolah sepatu ditaruh di rak sepatu dekat garasi seperti
biasa. Anehnya yang ilang cuma sebelah kanan, yang kiri ada di rak. Seisi rumah umyeg
bantu mencari.
Tom Gembus, bapaknya Koplo melongok bawah mobil barangkali sepatunya nyolot ke situ.
Ternyata juga tidak ada. Ganti buka mobil, mungkin sepatu sebelah kanan tertinggal di dalam
mobil. Tapi tetap tidak ketemu.
“Apa keri neng sekolahan ta sepatune, Jon?” tanya Tom Gembus.
“Lah, niki setunggale enten. Mosok kula wangsul sekolah ngangge sepatu sasisih?”
“Wo, iya ya. Hahaa….”
Lady Cempluk, ibu Jon Koplo juga ikut nyari sembari ndulang Genduk Nicole yang masih
berumur dua taun. Cempluk berkali-kali melirik jam dinding yang menunjukkan angka
setengah tujuh.
“Gek piye iki, Pak? Nek ora ndang diatasi mengko bisa telat mlebu sekolahe, apa nggawe
sepatune bapak ae.”
“Ngawur ae, ya kegedhen ta, Bu,”
“Jane kok wenehke endi ta, Le?”
Air mata Jon Koplo sudah tak tertahan lagi, bendungannya ambrol. Tom Gembus ganti
nyalahkan cempluk,
“Wis ngaliha Bune, rasah nambahi perkara. Kae momongen Nicole bae. Koplo tak
urusane.”
Daripada tambah ribut Cempluk menuju dapur mau bikin es teh biar kepala kembali dingin.
Misteri sepatu Koplo sukses membuat kepalanya mendidih.
Ketika buka kulkas mau ambil es batu Cempluk teriak,
“Ya ampun, la kok neng kene sepatune,”
Tom Gembus dan Koplo sontak berlari ke dapur. Betapa terkejutnya, ternyata di sebelah es
batu tersembul sepatu yang sudah membeku. Bahkan mobil-mobilan, boneka, sandal dan
sapu mobil yang kecil juga terpampang rapi di dalam kulkas. Spontan mereka mencari
Genduk Nikole karena hanya dia yang pantas dijadikan tersangka. Ternyata Nicole tham-
them makan tempe goreng dengan wajah tak berdosa. Hahaha….
Madiun, 5 Februari 2023
#Dimuat di rubrik AH TENANE-SOLOPOS tanggal 9 Maret 2023 halaman 4.
Penulis:
Dyah Kurniawati lahir dan bermukim di Madiun. Menggilai fiksi sejak berseragam putih merah. Lulusan Pend. Bahasa dan Sastra Jawa ini mencoba selingkuh ke sastra Indonesia, tapi tak kuasa lepas dari hangat pelukan sastra Jawa. Menulis geguritan, cerkak, esai, cerita lucu, juga menulis puisi dan cerpen.
LAMPIRAN:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.